Berpetualang via Indrokilo, Berwisata via Jimbaran, Ungaran, Semarang.

Gunung Unggaran, gunung dengan ketinggian sekitar 2050 MPDL, yang banyak orang mengatakan sebuah gunung yang cocok untuk pendaki pemula. Tapi, tergantung dari mana dalu kita mendaki. Karena ada beberapa jalur pendakian menuju puncak Unggaran.

Gunung ini dapat didaki dari Jimbaran-Taman wisata Umbulsidomukti, Ungaran atau dari Taman Wisata Candi Gedung Songo-Ambarawa. Kalo dua jalur tersebut memang menjadi pilihan banyak orang. Rute yang jelas dan track yang relatif ringan menajadi salah satu alasan. Karena kedua titik tersebut orang bisa sekalian berwisata.

Namun, menurut saya, ada satu jalur yang dirasa sangat pas dikatakan 'the real adventure' untuk menuju gunung yang terletak sebelah Selatan-Barat Daya kota Semarang. Selain harus menyingkap turai alam berupa hutan belantara, pendaki juga harus menyiapkan dua kaki karena sangat jarang bahkan bisa dikatakan tidak ada track 'bonus' pada jalur ini. Nanjak terus beroooo.....

Jalur pendakian dimulai dari Dusun Indrokilo, Kelurahan Lerep, Kecamatan Unggaran. Tidak ada basecamp resmi disiini, tapi ga usah khawatir, bagi yang bawa kendaraan pribadi, bisa dititipkan di rumah-rumah warga. Masyarakat setempat sangat ramah dan pasti menyambut baik setiap orang yang datan kesitu. (Asal km juga orang baik).

Awalnya, jalur akan melalui perkebunan warga, rata-rata tanaman kopi dan nangka. Sejak awal aja track udah mulai nantang. Selepas perkebunan warga, masih kita jumpai kebun kopi, tapi itu sudah milik perhutani. Selepas perkebunan kopi, baru kita akan merasakan petualangan menembus hutan. Hutannya masih benar-benar rimba, pohon-pohon besar berlumut, salah satu ciri hutan tropis yang subur.

Disarankan, jika mau ngetrack lewat jalur ini, kalian membawa peratalan lengkap. Kompas/GPS, parang, dan logistik yang memadai (biar ga nyasar kaya aku). Pasalnya, ketika memasuki hutan, semak belukar cukup tinggi yang menutup jalur. Selain itu, beberapa kali saya temui pohon besar yang tumbang. (kalo mau, ajak aja warga sekitar sebagai gaide).

Tidak seperti jalur lainnya, pendakian via Indrokilo ini harus melalui dua bukit dahulu sebelum menginjakkan kaki dipucak Unggaran. Pertama adalah bukit Suroloyo atau warga setempat biasa menyebut puncak suroloyo. Setelah itu, ada bukit Gendol, Botak.

Suroloyo, Suro wani, Loyo Mati. entah apa makna dari kalimat yang sering diucapkan oleh orang-orang Indrokilo. Suroloyo sebuah bukit yang menyimpan kisah mistis cukup kuat. Konon, dipuncaknya ada tiga sendang yang biasa digunakan mandi oleh bidadari. Tapi, tidak semua pendaki bisa melihat sendang tersebut.

Hanya orang-orang yang beruntung yang bisa melihat keindahan sendang, dan akan sangat beruntung lagi jika orang tersebut meihat bidadari di sendang tersebut. Hal itu disampaikan oleh warga setempat, yang pertama oleh bapak-bapak yang keburu pergi ke pasar setelah sarapan nasi kucing, dan satu lagi oleh Mbah Slamet, teman perjalanan selama di kebun kopi.

Sanyangnya, rombongan ku termasuk golongan yang sangat tidak beruntung. Karena jangankan melihat sendang, sampai puncak juga tidak. Ketika ditengah jalan saat sudah memasuki hutan, kami tidak lagi menemukan ada tanah yang terlihat sebagai jalur atau bahkan beas jalur. Akhirnya kami putuskan untuk turun dan mencoba memperhatikan kemungkinan ada jalan yang kami lewatkan.

Saat kembali di perkebunan, kami bertemu nenek-nenek yang hendak pulang dari kebun. Disitu kami ngobrol, dan nenek pun menunjukan jalur, dan yang ditunjukan itu adalah sama dengan apa yg sudah kami lalui sebelumnya. Melihat waktu masih siang, kami pun bergegas untuk kembali mencoba jalur tersebut. 

Pada titik terakhir yang dilalui sebelumnya, kami masih terus menyibak belukar dan mencoba menemukan jalan, namun sekitar 30 jalan, tetep saja tidak melihat ada tand-tanda jalur pendakian. Jika saat itu kami memebawa parang, mungkin kami berani melanjutkan perjalanan. Berani itu beda dengan nekad, berani itu tetap memakai perhitungan. Karena peralatan dan perlengkapan kami yang sangat terbatas.




Melihat jam menunjukan pukul 15:30, kami putuskan untuk berhenti sejenak istirahat dan sholat ditepian sungai. Aku percaya, warga setempat tentu lebih paham dengan kondisi daerahnya, atas saran mereka, kami putuskan untuk tidak melakukan track malam. 

sehingga, kami turun dan mencari camp yang memungkinkan namun masih bisa menyaksikan keindahan. Suatu tempat atas referensi pemuka setempat, Bowo, malam itu kami bisa nikmati gemerlap kota semarang dari ketinggian. Sedangkan paginya, kami pun masih bisa menikmati sunrise. 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Baturaden, Wisata Alam juga Wisata Malam

Pangandaran, Batu Hiu dan Batu Karas

CURUG PENGATEN (Kalipagu Baturraden)