Pakuwaja, Wonosobo, jawa Tengah
Gunung Pakuwaja dari ladang warga |
Siapa yang tidak tau Dieng? Sepertinya tukang jalan-jalan atau traveller, serta backpaker sudah tidak asing dengan satu daerah di Wonosobo itu. Wilayah yang didominasi relief berupa pegunungan itu sudah sangat tesohor. Bahkan tidak sedikit wisatawan mancanegara yang berkunjung di Dieng. Selain banyak wisata alam yang sangat indah, pariwisata Dieng juga semakin didongkrak dengan acara rutin yang bertajuk 'Dieng Cultue Festival'. Membuat para wisatawan penasaran untuk berkunjung ke daerah yang memiliki satu budaya unik yakni bocah rambut gimbal.
Telaga warna, salah satu objek wisata yang sejak jaman dulu sudah sangat terkenal. Begitu juga dengan beberapa candi, ada juga kawah Sikidang. Sekitar tiga tahunan lalu, Bukit Sikunir dan Gunung Prau menyusul ketenaran Telaga Warna. Ribuan orang berkunjung setiap minggunya di dua destinasi tersebut. Memang pantas Sikunir dan Prau menjadi pilihan. Pasalnya, view yang disughkan sangat mempesona.
Jika di Pobolinggo, TN Bromo Tengger menjadi lokasi menyaksikan terbitnya matahari. Prau dan Sikunir pun pemandangannya tidak kalah. Bahkan, sunrise makin cantik karena ada Gunung Sindoro dan Gunung Sumbing, serta pucuk G Merapi dan Merbabu pun masih nampak dari sini. Oleh karena itu, Dieng juga dijuluki sebagai negri diatas awan.
sunrise G Prau, 2012, masih sangat sepi |
Tulisan saya kali ini akan bercerita tentang perjalanan di G Pakuwaja bersama delapan orang teman. Memiliki ketinggian sekitar 2413-an. Pakuwaja belum sepopuler tetangganya yakni Prau dan Sikunir. Salah satunya karena memang baru-baru ini dibuka jalur resmi. Selain itu, menikmati keindahan dieng dari Pakuwaja juga membutuhkan waktu dan tenaga yang lebih, dibanding dua gunung tetangganya itu.
Rencana awal kami mau naik via jalur resmi, dan menitipkan sepeda motor di basecamp, yang letaknya kanan jalan sebelum basecamp Prau. Namun, dalam perjalanan kami mengalami isident, motor yang saya tunggangi bersama Lutfi terjatuh, sehingga menggulur waktu. Sampai Dieng pun sudah lewat tengah malam. Sebelum masuk wilayah Patakbanteng, kami mampir warung angkringan. Bermaksud bertanya-tanya lokasi tujuan kami sembari menghangatkan diri dengan wedang jahe susu.
Setelah wedang habis, kami menuju ke basecamp, kami coba ketok pintu beberapa kali tapi tidak ada tanggapan. Mungkin orang-orang sudah tertidur. Karena malam itu juga turun hujan. Kami coba masuk sebuah gang sebelum basecamp. Berharap ada penduduk yang belum tidur dan berada diluar rumah. Allah meridhoi niat kami untuk mengobati penasaran tentang Pakuwaja. Kami bertemu dua orang, yang katanya habis dari Wonosobo bawah. Setelah kami tanya-tanya, kami pun disarankan untuk naik lewat Kejajar. Sementara kendaraan kami dititpkan di rumah orang tersebut, Pak Ahmad namanya.
Disampaikan oleh rekan pak Ahmad, pendakian Pakuwaja memakan waktu sekitar 3jam. Kami mulai jalan sekitar pukul 1:30. Track via kejajar relatif mudah, karena sekitar 200 meter sejak awal melangkah jalan berupa beton dan tatanan batu. Selepas ladang penduduk, jalanan masih berupa tatanan batu. Setelah benar-benar masuk hutan baru jalan tanah. Secara keseluruhan medannya landai. Track agak berat hanya saat mendekati puncak.
Meskipun masih sangat jarang dikunjungi, namun jalur ini sudah ada petunjuknya. Sedikitnya ada tiga pos dijalur ini. Pada pos dua, terdapat pertigaan. Jika kita jalan lurus akan menuju bukit Sikunir atau di Desa Sembalun. Sedangkan jika jika hendak ke puncak pakuwaja, ambil arah kanan dan terus mengikuti jalanan setapak. Karena jarang dilalui, rerumputan disini cukup tinggi. Sangat disarankan tidak melakuka perjalanan malam hari, jika belum pernah naik Pakuwaja.
Belum lama kami sampai puncak langsung disambut adzan subuh, sekitar pukul 04:25. Kami ber-sembilan, Singgh, Lutfi, Dias, Yamuh, Dovik, Dadang, Stepanus, Gufron dan saya, bergegas mendirikan tenda dan sebagian memasak air. Setelah menunaikan sholat, saya memilih tidur. Karena sisa-sisa hujan saat itu masih ada. Kabut tebal sehingga diprediksikan sunrise tidak kelihatan.
Benar saja, kabut tebal menyelimuti kawasan Pakuwaja pagi itu. Langit hanya membuka beberapa menit saja dan sampai pukul 10:00 kabut masih menutup pemandangan. Setelah sarapan, dan melipat tenda, kami mencoba mencari savana Pakuwaja yang menjadi daya tarik Gunung ini. Tidak berselang lama kami jalan, kami melihat batu besar yang menjulang ke atas bak paku. Akhirnya kami menuruni bukit itu dan berlarian di padang savana.
rona-rona agak lesu karena tidak menemui sunrise |
Meskipun berjalan saat pagi buta dan tidak mendapat momen sunrise, tapi saya beserta teman-teman tetap puas dengan bermain-main di savana. Diperkirakan savana yang sangat luas yang dikelilingi tebing ini merupakan bekas kaldera. Sebenarnya belum puas bersantai di taman tersebut. Tapi waktu terus berputar dan hari semakin sore. Pukul 14:30, kami turun, sampai rumah pak Ahmad sekita pukul 16:30 (kami jalan santai dan sambil foto-foto ria. Hehee).
muka murung sekitika berganti ceria ketika menginjakan di savana |
bebas, lepas, |
akhirnya lutfi kesampean menginjakan kaki di padang savana |
salam MRENGES !!! |
Komentar
Posting Komentar